Selasa, 03 Februari 2009

Sepenggal Kisah dari Pasar Burung Pramuka

Suatu hari ada wisatawan dari Korea datang ke Indonesia untuk berlibur, namanya Chung Ju Yung. Dia adalah lulusan salah satu universitas terkemuka di negeri ginseng tersebut. Jadi, pendidikannya cukup tinggi. Chung juga memiliki hobi yang menarik, yaitu gemar memelihara burung. Begitu mendarat di Indonesia, hal pertama kali yang dia cari adalah pasar burung yang terletak di daerah pramuka.

Setelah celingak-celinguk ke sini dan ke situ, dia menemukan sejenis burung langka berbulu indah. Chung pun membuka percakapan dengan pedagang.

Ini bulung halganya belapa?”

Yang ini harganya seratus dolar Amerika”, jawab si penjual sekenanya.

Oh! Mahal cekalee, kenapa begitu mahal?”

Iya, burung ini bulunya bagus sekali.”

Wah, aku tak mau kalau selatus dolal.”

Chung pun pergi meninggalkan toko itu dengan harapan bisa mendapat harga yang lebih murah dan berusaha mencarinya ke toko burung lain. Akhirnya, dia melihat toko lain. Dia memasuki toko tersebut dan bertanya pada pedagang.

Ini bulung halganya belapa?”

Yang ini harganya dua ratus dolar Amerika”, jawab si penjual serius.

Oh! Mahal cekalee, kenapa lebih mahal dali yang di toko sebelah citu.”

Iya, selain bulunya bagus, burung ini kalau pagi bisa menyanyi. Ini burung pintar.”

Wah, tapi aku tak mau kalau dua latus dolal.”

Bisa ditebak Chung meninggalkan toko burung kedua dan mencari toko burung ketiga dengan harapan mendapatkan burung bagus berharga lebih murah. Setelah masuk toko ketiga, dia bertanya pada penjaga toko.

Ini bulung halganya belapa?”

Yang ini harganya tiga ratus dolar Amerika”, jawab si penjual dengan sopan.

Lho koq mahal cekalee. Di sebelah citu bulungnya pintel, malah bisa menyanyi loh..., halganya cuma dua latus dolar, kenapa yang ini lebih mahal?”

Iya, burung ini lebih pintar lagi. Selain bisa menyanyi, burung ini bisa joget. Jadi burung ini lebih pintar dari burung sebelah sana.”

Ya pintel, tapi mahal, aku tak mau kalau tiga latus dolar.”

Untuk kesekian kalinya Chung meninggalkan toko lalu mencari toko lainnya, dengan harapan bisa mendapat burung dengan harga lebih murah lagi. Dengan rasa penasaran, dimasukinya toko keempat yang terlihat menjual si burung indah dan bertanya pada penjual.

Belapa halga bulung ini?”

Yang ini lima ratus dolar Amerika”, jawab si penjual dengan enteng.

Loh ... loh... loh... mahal cekalee, di sebelah citu ada bulung pintel, bisa menyanyi dan joget, halganya tiga latus dolar, Yang ini halganya lima latus dolar, pasti bisa pintel lagi ya? Bica apalagi bulung ini?”, tanyanya penasaran.

Ooo... tidak, burung ini malah tidak bisa apa-apa. Burung yang pinter-pinter di sebelah-sebelah situ adalah anak buahnya. Sementara burung ini adalah bos mereka. Jadi, dia jauh lebih mahal.”

>>>>***<<<<

Cerita di atas menggambarkan bahwa seseorang menjadi bos atau orang hebat belum tentu mereka dapat menjalankan teknisnya. Contohnya, apakah pemilik pabrik mie instan harus pintar membuat mie? Apakah pengusaha burger harus pintar membuat burger? Jawabannya adalah tidak!

Sumber:Anang Sam. Siapa Bilang ”BODO” nggak bisa jadi PENGUASAHA.

4 komentar:

  1. hanya orang bodoh yang beli burung yang tidak bisa apa2, hanya karena dia bos nya :P
    karena yang dibeli dari burung adalah -biasanya- fisik dan suaranya..

    BalasHapus
  2. Wahh seperti kata pepeng ya?Kalau mau merasakan sate kambing tidak harus miara kambingnya doeloe!!

    *panggil pepeng

    BalasHapus
  3. Untuk Marde:
    Itu hanya perumpamaan n just fun aj seh, dia bisa jd bos pasti krn dia punya talenta lain selain yg di miliki burung sebelumnya, diantaranya pandai melakukan koordinasi, dll. Gtu Marde..

    BalasHapus
  4. Untuk Lia:
    iya, saya juga dengar waktu Mas Pepeng bahas masalah "sate kambing"

    BalasHapus