Senin, 12 Januari 2009

Negeri Kretek, Berisik, tapi Asyik

Tanyakan pada para pelajar asing yang datang ke Indonesia untuk ikut program AFS selama satu tahun: “Bau apa yang pertama kamu hirup di bandara Indonesia begitu keluar dari pesawat?” jangan kaget jika jawabannya sungguh mengejutkan: bau kretek.

Aroma menyengat itu mungkin pada awalnya tak ia kenali. Tapi begitu mereka sudah sampai di keluarga angkat mereka, memiliki banyak teman, dan berkeliling ke berbagai tempat dan daerah, maka bau itu akan ditemui kembali. Mereka akan tahu kemudian bahwa bau yang sama itu bersumber dari rokok kretek.

Sudah separah itukah jumlah pengkonsumsi rokok di Indonesia, sehingga hampir di semua daerah dikepung bau kretek? Sudah tak tersisa kah aroma alam yang masih segar dan natural? Beberapa returni dari beberapa negara yang pernah tinggal di beberapa daerah di Indonesia punya ragam cerita tentang ”aroma” Indonesia, dari yang mereka benci hingga yang mereka rindukan sehingga ingin datang kembali ke negeri kepulauan ini.

Ada banyak sensasi tentang Indonesia. Mulai dari aroma, cuaca, makanan, budaya, etnisitas, hubungan kekeluargaan, pergaulan, hingga masalah teransportasi dan banjir. Mereka, misalnya datang dari negeri serba tertib, tiba-tiba harus hidup di negeri yang hidup dengan penuh improvisasi. Tentu mereka mengalami gegar budaya. Mereka datang dari negeri yang cuma mengenal lima hari sekolah, tiba-tiba harus masuk ke sekolah enam hari-dengan kewajiban ikut upacara bendera pula. Mereka datang dari negeri penuh kedisiplinan dan perhitungan, lalu memasuki masyarakat ”jam karet” yang hidup mengalir apa adanya. Ini panorama menakjubkan.

Sedangkan soal makanan, kekayaan budaya, keramahan, dan kehidupan beragama, membuat para returni betah dan tak ingin melupakan Indonesia. Mereka justru mencari kesempatan untuk kembali lagi ke Indonesia, entah untuk melanjutkan sekolah, bekerja, atau bahkan mencari pasangan hidup.

Pikiran-pikiran dan pengalaman para returni membuat kita semakin terbuka dan tahu tentang wajah kita sendiri-wajah yang patut kita syukuri pada satu sisi, dan wajah yang perlu kita perbaiki pada sisi yang lainnya.


Sumber: Menyemai Dunia Damai, pada Expo Bina Antarbudaya di Auditotrium UNDIP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar